Pendidikan kepramukaan di Indonesia merupakan
salah satu segi pendidikan nasional yang penting, yang merupakan bagian dari
sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
Oleh
karena itu, sejarah kepramukaan di Indonesia perlu kita pelajari, yaitu dengan
maksud :
1.
Agar mengetahui proses pembentukan dan
perkembangannya dan mengetahui pula peranan apa yang dilakukan dalam perjuangan
bangsa Indonesia.
2.
Agar mengetahui dan menginsyafi kedudukan
kepramukaan dalam hubungan dengan sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
3.
Agar dapat memahami kebijakasanaan dalam
menyelenggarakan usaha pendidikan kepramukaan di Indonesia.
Sejarah Gerakan Pramuka di Indonesia
Pada tahun 1908 Mayor Jenderal Robert Boden
Powel dari Inggris melancarkan suatu gagasan tentang pendidikan di luar sekolah
untuk anak-anak Inggris, dengan tujuan rupaya mereka menjadi manusia Inggris
yang baik, sesuai dengan keadaan dan keutuhan kerajaan Inggris Raya ketika itu.
Untuk itu beliau mengarang suatu buku yang
terkenal, yaitu buku “SCOUTING FOR BOYS”. Buku ini memuat cerita pengalaman
beliau dan latihan apa yang diperlukan untuk para Pramuka.
Gagasan Boden Powel itu jitu, cemerlang, dan
sangat menarik sehingga dilaksanakan juga di negara-negara lain dintaranya di
Nederland (padvinder, padvinderij).
Oleh orang Belanda gagasan itu kemudian dibawa
dan dilaksanakan juga di jajahannya di sini (Nederland Oost Indie), dan oleh
orang-orang Belanda di Indonesia didirikan sebuah organisasi yang bernama NIPV
(Nederland Indische Pandvinders Vereeniging = Persatuan Pandu-pandu Hindia
Belanda).
Oleh pemimpin-pemimpin di dalam pergerakan
nasional gagasan Boden Powel itu diambil alih, dan dibentuklah
organisasi-organisasi kepanduan yang bertujuan membentuk manusia Indonesia yang
baik yaitu menjadi kader pergerakan nasional, didirikan bermacam-macam
organisasi kepanduan antara lain JPO
(Javaanse Padvinders Organisatie), JJP (Jong Java Padvindery), NATIPIJ
(Nationale Islamitische Padvinderij), SIAP (Sarikat Islam Afdeling
Padvinderij), HW (Hisbul Wathon), dsb.
Sumpah pemuda yang dicetuskan dalam Kongres
Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, benar-benar menjiwai gerakaan kepanduan
nasional Indonesia untuk lebih bergerak maju.
Adanya larangan pemerintah Hindia Belanda
kepada organisasi kepanduan di luar NIPV untuk menggunakan istilah padvinder
dan padinderij, maka Kiyai Haji Agus Salim menggunakan istilah PANDU dan
KEPANDUAN untuk menggunakan istilah asing padvinder dan padinderij itu.
Dengan meningkatnya kesadaran nasional
Indonesia, maka timbullah niat untuk mengeratkan persatuan antara
organisasi-organisasi kepanduan. Ini menjadi kenyataan pada tahun 1930 dengan
adanya INPO (Indonesische Padvinders Organizatie), PK (Pandu Kesultanan) dan
PPS (Pandu Pemuda Sumatera) berdiri menjadi satu organisasi yaitu KBI
(Kepanduan Bangsa Indonesia). Kemudian terbentuklah suatu federasi yang
dinamakan Persatuan Antar Pandu-Pandu Indonesia (PAPI( pada tahun 1931, yang
kemudian berubah menjadi Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia (BPPKI)
pada tahun 1938.
Di waktu pendudukan Jepang (Perang Dunia II),
oleh penguasa Jepang organisasi kepanduan dilarang berdiri di Indonesia.
Tokoh-tokoh pandu banyak yang masuk dalam orgnisasi Seinendan, Keibodan dan Pembela
Tanah Air (PETA)
Dan sesudah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia,
di waktu berkobarnya perang kemerdekaan dibentuklah organisasi kepanduan yang
berbentuk kesatuan, yaitu Pandu Rakyat Indonesia pada tanggal 28 Desember 1945
di Sala, sebagai satu-satunya organisasi kepanduan di dalam wilayah Republik
Indonesia.
Setelah pengakuan kedaulatan maka di dalam
alam liberal, terbukalah kesempatan kepada siapapun untuk membentuk
organisasi-organisasi kepanduan. Berdirilah kembali organisasi HW, SIAP, Pandu
Islam Indonesia, Pandu Kristen, Pandu Katolik, KBI dan lain-lain.
Menjelang tahun 1961 kepanduan Indonesia telah
terpecah-pecah menjadi lebih dari 100 organisasi kepanduan, suatu keadan yang
terasa sangat lemah, meskipun sebagian dari pada organisasi itu terhimpun dalam
tiga federasi organisasi kepanduan yaitu satu federasi kepanduan putera, dua
federasi organisasi-organisasi kepanduan puteri yaitu IPINDO (Ikatan Pandu
Indonesia) tanggal 13 September 1951, POPPINDO (Persatuan Organisasi Pandu
Puteri Indonesia) pada tahun 1954, dan PKPI (Perserikatan Kepanduan Puteri
Indonesia). Tahun 1955 IPINDO berhasil menyelenggarakan Jambore Nasional I di
Pasar Minggu, Jakarta.
Mengalami kelemahan itu, maka ketiga federasi tersebut melebur diri
menjadi satu federasi yang diberi nama PERKINDO (Persatuan Kepanduan
Indonesia). Akan tetapi hanya kira-kira 60 buah saja dari 100 lebih organisasi
kepanduan itu yang ikut di dalam federasi PERKINDO dan jumlah anggota secara
keseluruhan lebih kurang hanya 500.000 orang.
Lagi pula, di dalam federasi itu sebagian dari
pada 60 organisasi-organisasi anggota PERKINDO, terutama yang ada di bawah
onderbauw organisasi politik atau organisasi massa, tetap berhadap-hadapan
berlawanan satu sama lain, sehingga tetap terasa lemahnya gerakan kepanduan Indonesia.
Oleh PERKINDO dibentuklah suatu panitia untuk
mendirikan suatu jalan keluar, panitia itu menyimpulkan bahwa selain lemah
berpecah-pecah, gerakan kepanduan Indonesia itu lemah pula karena terpaku dalam
cengkraman gaya lama yang lebih tradisional dari pada kepanduan Inggris,
pembawaan dari luar negeri. Hal ini berakibat bahwa pendidikan yang
diselenggarakan oleh Gerakan Kepanduan Indonesia itu disesuaikan dengan keadaan
dan kebutuhan Bangsa dan masyarakat Indonesia, maka ketika itu gerakan kepanduan
kurang memperoleh tanggapan dari Bangsa dan masyarakat Indonesia. Kepanduan
hanya berjalan di kota-kota besar dan di situ pun hanya terdapat pada
lingkungan orang-orang yang sedikit banyak sudah berpendidikan barat.
Kelemahan Gerakan Kepanduan Indonesia itu mau
dipergunakan oleh pihak komunis sebagai alasan untuk memaksa Gerakan Kepanduan
di Indonesia menjadi Gerakan pioner Muda seperti yang terdapat di negara-negara
komunis.
Akan tetapi kekuatan Pancasila di dalam
PERKINDO menentangnya, dan dengan bantuan Perdana Menteri Juanda, maka
perjuangan mereka menghasilkan keputusan Presiden Republik Indonesia No. 238
tahun 1961 tentang Gerakan Pramuka yang pada tanggal 20 Mei 1961 ditandatangani
oleh Ir. Juanda sebagai pejabat Presiden Republik Indonesia karena presiden
Soekarno sedang berkunjung ke Negeri Jepang.
Gerakan Pramuka adalah suatu perkumpulan yang
berstatus NON- GOVERMENTAL (bukan badan pemerintah), dan yang berbentuk kesatuan.
Gerakan Pramuka diselenggarakan menurut jalan aturan demokrasi, dengan
pengurusnya (Kwartir Nasional, Kwartir Daerah, Kwartir Cabang dan Kwartir
Ranting) di pilih di dalam musyawarah.
Semua organisasi kepanduan di Indonesia, kecuali yang di selenggarakan
oleh komunis, melebur diri ke dalam Gerakan Pramuka.
Di dalam keputusan Presiden No. 238 tahun 1961
tersebut di atas, Gerakan Pramuka oleh pemerintah ditetapkan sebagai
satu-satunya badan di wilayah Republik Indonesia yang diperbolehkan
menyelenggarakan pendidikan kepramukaan bagi anak-anak dan pemuda-pemuda
Indonesia; organisasi lain yang menyerupai, yang sama dan yang sama sifatnya
dengan Gerakan Pramuka dilarang adanya.
Gerakan Pramuka itu ternyata jauh lebih kuat
organisasinya dan ternyata memperoleh tanggapan dari masyarakat luas, sehingga
dalam waktu singkat organisasinya telah berkembang dari kota-kota sampai
kampung-kampung dan desa-desa. Jumlah anggotanya meningkat dengan pesat.
Kemajuan pesat itu adalah juga berkat Sistem Majlis Pembimbing yang dijalankan
oleh Gerakan Pramuka pada tiap tingkat, dari tingkat Nasional sampai pada
tingkat gugus depan.
Perluasan Gerakan Pramuka sampai di desa-desa,
kegiatan di bidang pembangunan pertanian dan pembangunan masyarakat desa, dan
pembentukan serta menyelenggarakan Satuan karya Pramuka Taruna Bumi, telah
mengalami kemajuan pesat, sehingga menarik perhatian badan Internasional
seperti FAO, UNICEP, UNESCO, ILO dan Boy Scout World Bureau.
Dalam perkembangan masyarakat Indonesia dewasa
ini, dihadapi berbagai problem-problem sosial, seperti kepadatan penduduk,
urbanisasi, pengangguran dan sebagainya. Berhubungan dengan itu maka pada tahun
1970 Menteri Transmigrasi dan koperasi beserta Ketua Kwartir Nasional Gerakan
Pramuka mengeluarkan suatu instruksi (bersama) yaitu tentang partisipasi
Gerakan Pramuka dalam menyelenggarakan transmigrasi dan pembinaan gerakan
koperasi.
Dan berhubung dengan masalah drop-out
(anak-anak yang berhenti sekolah di tengah jalan), maka Gerakan Pramuka juga
mengarahkan perhatiannya kepada pendidikan kejuruan, untuk memberi bekal hidup
kelak kepada anak-anak, pemuda-pemuda terutama kepada drop-out itu. Untuk itu
diadakan kerja sama dengan Departemen Perindustrian.
Dalam rangka usaha peningkatan kecakapan,
keterampilan dan bakti masyarakat Gerakan Pramuka mengadakan kerja sama dengan
banyak instansi, seperti Palang Merah Indonesia, Bank Indonesia
(Tabanas,Tapelpram), Departemen
Pekerjaan Umum, Departemen P dan K, Departemen Agama dan lain-lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar